Cerita Benci
Bagaimana nafsu bisa mengalahkan semuanya? bukannya sok suci, tapi banyak sekali pertanyaan yang menghimpit. Hampir tak waras mungkin, tak bermaksud untuk menggurui, berdiri di mimbar saja rasanya tak sudi. Apa gunanya lebih unggul jika tak dari hati? ingin menjadi pahlawan? atau menjadi bungkusan rokok di pinggir trotoar? Benci selalu dijadikan alasan, padahal diri sendiri terlalu gengsi untuk mengkoreksi. Menghujat memang jauh lebih nikmat daripada berbenah diri, sekalipun berusaha jujur, Katak yang pandai berenang pun pasti pernah tenggelam. Kenapa masih sulit berdamai dengan kepala sendiri? Amarah rasa-rasanya sudah tak lagi menjadi sesuatu yang wah. Iri sepertinya bukan satu kata yang pas di hati, lebih ke hilang arah dan tak bergairah sepertinya. Kemana sukma-sukma berwarna yang duru hinggap di ujung hidungnya? kini yang ada hanya muram, sedikit saja tak diperhatikan, mungkin akan hilang ke dimensi lain. Berantakan...berubah menjadi puing-puing harapan dan janji palsu! ...