Dan Kita Sebenarnya Memilih Jalan yang Sama
Ternyata Kita menunggu
di ujung jalan yang sama, hanya saja kita berselisih waktu 5 senja.
Pertanyaan-pertanyaan kacangan mulai berterbangan di dalam pikiran “Kenapa baru
sekarang sih? Kenapa gak dari dulu aja?,”
Ribuan surat pun kita
tulis tanpa saling bersinggungan. Tanpa saling mencela atau bahkan menghamba
satu sama lain, tetapi alamat yang kita tuju selama ini sama. Lagi-lagi ingin
menyalahkan waktu yang datang terlambat?
Ketika barisan
kata-kata mampu menghipnotis jiwa, ingin rasanya menampik pikiran tentang “Gue
tahu loe itu something, but someday..” Bagaimana bisa jatuh cinta tanpa melihat
rupa? Jelas saja, ini bukan kencan buta. Tetapi permainan dimensi antara ruang
dan waktu dimana gravitasi yang menghubunginya.
Para dewa pun terus
membicarakan tentang dua manusia fana yang saling mencari tanpa bisa bertanya.
Olympus pun mentertawakan dari jauh, membiarkannya anak cucu adam dan hawa ini
saling menebak-nebak dalam labirin kasmaran.
Inilah mungkin yang
disebut dengan semua akan indah pada waktunya, atau akan hancur pada saatnya. Semua
yang bermula akan memiliki akhir, begitu pula dengan teka-teki semesta. Tak lelahnya
mencari kata kunci demi membuka cerita di lain dimensi.
Antara Aku dan Kau
begitu banyak jarak dan juga kelokan, tetapi ujungnya kita tetap menunggu di
jalan yang sama, tanpa saling tahu tanpa saling sadar, bahwa yang selama ini
dibutuhkan ada di depan mata.
Komentar
Posting Komentar