Alana.
Alana,
Seharusnya, mata menatap yang indah saja..tak seharusnya ia melihat kedua orang tuanya mendua.
Saat itu ia masih remaja. Alana mencoba tak ambil pusing kepala.
Alana,
Rasanya seperti berjalan dengan lubang besar di dada... Mungkin itu pula yang jadikan alasan ia menghempas cinta-cintanya yang harusnya sempurna.
Alana,
Dipermainkan oleh rasa percaya, di salju pertama kau menitihkan air mata. Rasanya lebih dingin, beku.. Karena tak tahu harus kemana, yang terekam di kepala hanya penghianatan kedua bapak ibunya, tak hanya kepada satu sama lain, juga berbekas ke dirinya.
Alana,
Mungkin kau lelah,menunggu malam Sabtu yang tak sendu, dimana jemari mengelus lembut rambut.
Alana,
Sekeras baja, kau tolak mereka...serapuh abu, dirimu merana. Sendiri dalam lara.
Alana,
Bingung memang, serasa jalan pulang hanyalah lorong-lorong panjang..kakimu gemetar.
Alana,
Alana,
Seandainya semesta mampu mendengar ringkihanmu. Tapi seakan semua lalu.
Meninggalkanmu, di pojok perempatan itu... Membisu.
Komentar
Posting Komentar