Perjalanan Ku... Bagian Pertama: Istri
Aku baru menjadi Istri, Ibu dan
Anak juga menantu belum genap 10 tahun, namun di fase ini, kehidupan berjalan
dengan sangat lambat.
Ini adalah tulisan yang mungkin
tak akan pernah kalian baca, atau kalau kalian menemukan tulisan ini, ini
adalah sebuah pengalaman pribadiku yang tak bisa aku ungkapkan dengan langsung.
Pertama, perjalanan ku menjadi
Isri. Tentu setelah dinikahi oleh seorang pria, status ku berubah dari menjadi
seorang wanita muda lajang, menjadi istri orang. Aku keluar rumah cukup cepat,
3 hari setelah pernikahanku aku pamit untuk bulan madu. Lalu minggu depannya
proses pindahan ke rumah mertua. Ya, kehidupan pernikahan awal-awal memang
sangat lah menyenangkan, namun bukan berarti setelahnya tidak. Semua hanya
bertransfrormasi menjadi proses adaptasi yang panjang.
Di usia pernikahan ku yang
memasuki tahun keempat ini, memang masih
bisa dibilang sangat lah sebentar, dibandingkan dengan mereka yang sudah
menikah puluhan tahun. Namun, memang benar, proses mengenal pasangan dan diri
sendiri baru terjadi setelah pernikahan mu sudah memasuki beberapa waktu dari
acara resepsi dan indahnya bulan madu.
Bagi dua individu yang berbeda
berbagi rumah, berbagi apapun, berbagi kebahagiaan, masalah, kesedihan, rejeki,
keinginan atau sekedar berbagi makanan dan berbagi ruang butuh adaptasi yang
panjang. Siapa sangka, semua hal kecil yang kita lakukan pada pasangan.
Aku tak menyangka akan begitu
marah dengan kebiasaan kecil seperti tidak menutup pasta gigi, atau menaruh
pakaian kotor di kamar mandi, durasi buang air yang terlalu lama, atau juga
ketidakmampuan dalam melakukan tugas domestik rumah tangga. Hal ini tidak ku
temukan dalam masa pacaran, jelas walau ketemu setiap hari, tapi tidak
menghabiskan waktu 24 jam bersama. Kalaupun pergi liburan, itu hanya
berlangsung beberapa hari saja.
Singkatnya, di dalam pernikahan
yang namanya komunikasi, keterbukaan, kejujuran, bentuk dukungan, rasa hormat
adalah yang terpenting. Bagaimana bisa
kita berlayar jika tidak ada komunikasi antara Nahkoda dan anak buah kapal.
Ketika mengambil keputusan, bahkan seperti laporan keuangan rumah tangga
segalanya harus didiskusikan. Hal yang mahal bagi diriku yang tumbuh dalam
keluarga penuh kerahasiaan.
Membersamai individu lain dengan
segala isi otak dan satu paket dengan
keluarganya juga hal yang terjadi di dalam pernikahan. Semakin ke sini, kita
semakin sadar bahwa diri kita, individu terpisah dari suami kita dan anak kita.
Ini berarti kita memiliki keinginan, mimpi dan cita-cita sendiri yang ingin
kita wujudkan. Bedanya, sekarang kita sudah berkeluarga dan semua hal harus
dikompromikan.
Aku semakin sadar, pernikahan
yang sehat bukannya mengekang satu sama lain, melainkan menghargai orang lain
selain diri kita sendiri. Berbeda tak berarti harus selalu diperdebatkan.
Menghargai satu sama lain sangat penting, begitu pula dengan memberi ruang
untuk bertumbuh. Di luar kewajiban seperti ekonomi dan juga hal sandang, pangan
papan. Banyak hal yang harus didiskusikan di dalam pernikahan. Aku sadar, keinginan
dan passion kita berbeda. Aku lebih
nyaman dengan membaca, menulis dan menonton. Sementara suamiku lebih senang
bermusik, dan bermain game, atau hal-hal yang ringan.
Awalnya, pasti kecewa. Ternyata
kita menikah dengan orang diluar keinginan kita. Semakin dilihat, semakin
berbeda. Butuh waktu yang lama untuk menerima dan menyesuaikan kalau kita
memiliki sikap berbeda, dan cara pikir yang berbeda pula. Pada akhirnya, ketika
semua bisa menerima masing-masing perbedaanitu, mustahil kalau pernikahan tak
bisa diselamatkan. Pertanyaanya adalah, “Apakah kita bisa menerima diri kita
dan menerima orang lain?”
Meskipun berkali-kali pernah
berpikir menghabiskan dengan menyesali pilihan, atau semua hal terjadi tak
seperti apa yang kita inginkan, ternyata semua memang terasa salah terus.
Sampai akhirnya, yang membunuh perasaan kita hanyalah ekspetasi-ekspetasi kita.
Ekspetasi romantis ku adalah
menghabiskan waktu sebelum tidur, membaca buku dengan suamiku membaca juga
disampingku. Kami mendiskusikan banyak hal. Namun kenyataanya, suamiku bukan
seorang pembaca buku yang ulung. Tapi, kami tetap bisa berdiskusi dalam hal
apapun sebelum tidur. Mulai dari topik penting, sampai Cuma jokes recehan saja.
Ternyata, untuk bisa berdamai
dengan ekspetasi sendiri adalah salah satu kunci untuk membuat adaptasi ini
lebih mudah. Bukannya proses perkenalan sudah ada saat masa penjajakan? Sampai
saat ini pun, aku masih memahami bagaimana sebenarnya suami ku? Orang seperti
apa dia? Begitu juga dengan hal-hal kecil lainnya.
Semakin mengenali dirinya,
membantu diriku semakin mengenali diri sendiri. Aku tak pernah tahu, siapa
jodohku. Karena itu rahasia Allah, namun menghabiskan waktu dengan suamiku
sekarang juga merupakan takdir Allah. Jadi daripada aku sibuk menyesali
ekspetasi ku sendiri, mengapa aku tak mencoba berdamai dengan ekspetasi yang ku
buat sendiri?
Aku belajar melihat sisi baik
dalam segala hal, itu lah yang aku bisa rasakan dalam perjalanan pernikahan.
Uniknya, tak peduli seberapa pintar dan seberapa kita istimewanya di mata masyarakat.
Akan sangat merugi ketika kita tidak bisa berkenalan dengan diri kita sendiri.
Setiap manusia memiliki ego, itu
hal kedua yang aku rasakan dalam pernikahan. Tentu, semakin aku memberi makan
ego ku, semakin tersiksa lah aku. Aku mulai melihat lagi ke diriku sendiri,
fase membandingkan diri dengan kehidupan orang lain tentu saja terjadi. Namun, sekali lagi aku belajar
berkenalan dengan diri ku, bagaimana aku ingin diperlakukan, bagaimana suami ku ingin diperlakukan, itu juga berdampak
terhadap ego yang ada di dalam diriku. Ada waktu dimana aku merasa tidak lebih
baik dari orang lain.Dan itu ternyata perasaan wajar, hanya kita perlu sadari.
Terus belajar, adalah hal yang
aku temukan lagi dalam pernikahan. Kehidupan memang terasa menyenangkan ketika
kita berada di atas angin serba dipenuhi, namun ketika semua keadaan berbalik
dan dunia sedang tidak di pihakmu, aku terus belajar untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan, ternyata menjadi tidak tahu tidak selalu buruk.
Mengalah bukan berarti kalah.
Benar adanya pertengkaran dalam
pernikahan adalah seperti kudapan setiap hari. Ini terjadi karena benar kita adalah dua manusia berbeda,
dibesarkan di latar belakang berbeda, tumbuh dan besar di lingkungan berbeda,
status sosial yang berbeda, keadaan ekonomi yang berbeda. Pertengkaran sungguh hal yang tak bisa
terhindarkan. Seringkali, ketika emosi memuncak, pertengkaran merembet
kemana-mana dan berdampak ke aktivitas kita. Namun aku belajar, tak ada di
dunia ini masalah yang tidak bisa diselesaikan kecuali semua pihak berusaha.
Meminta maaf bukan berarti rendah, dan memaafkan bukan berarti menjadi suatu
hal yang sia-sia.
Semua terasa berat awalnya
bagiku, aku melulu merasa salah, atau harus selalu didengar. Tapi ternyata itu
semu aku lakukan karena trauma yang tak bisa aku jelaskan. Bahkan trauma yang
tebentuk jauh sebelum aku bertemu dengan suamiku. Hal ini secara tidak sadar
menggerus alam bawah sadar ku karena
tidak tertangani dengan baik.
Jadi, apa yang aku lakukan
sekarang ketika pertengkaran terjadi.
Pertama,
aku harus sadar dulu. Aku harus sadar, kalau kami bertengkar. Sadar dengan
munculnya emosi marah di antara aku dan suami. Lalu, aku harus sadar, apa yang
memicu kemarahanku? Aku harus tau apa yang memicu aku merespon
kemarahanku...kenapa Cuma aku? Ya karena respon suami, perkataan suami, dan
emosi suami bukan sesuatu yang bisa aku kontrol. Yang bisa aku kontrol adalah
apa yang terjadi di tubuhku, di kepalaku di dalam pikiran ku dan perasaanku.
Maka ketika aku sudah bisa sadar akan itu semua, baru aku bisa menerima dengan
sadar pula apa yang menjadi kesalahanku, apa yang tidak aku suka. Dan apa yang
aku tidak suka dari pertengkaran ini.
Ini
tidak terjadi begitu saja, di tahun-tahun awal pernikahan, aku merasa seperti
monster. Aku seperti gorila, dicampur singa dan macan dalam balutan badan
manusia. Semua terjadi karena aku tidak sadar dengan apa yang terjadi di dalam
diriku. Dan aku terlalu kemakan ekspetasi ku sendiri.
Ekspetasi + Ego + Emosi yang tidak disadari = Respon yang
salah dalam apapun.
Iya,
salah. Aku merasa semua salah dan tidak sesuai, aku selalu menyalahkan keadaan
dan pihak lain berikut keputusanku. Aku merasa tidak pantas dan tidak berhak
apapun daya motivasi ku menurun, dan aku kehilangan rasa percaya diri ku
sendiri.
Hal ini
diperparah dengan tidak adanya dukungan dari orang terdekat ku, lingkunganku
dan keadaanku. Tanpa ku sadari aku menjadi pribadi yang berbeda. Namun aku
kembali sadar, aku berubah, atau memang aku yang asli adalah aku yang sekarang?
Lalu aku yang dulu adalah aku yang belum sadar? Nah loh...
Yang
jelas, aku merasa yang terpenting sekarang adalah kewarasan diriku dulu, dan
sampai saat ini semua proses itu terus berjalan. Aku tidak menuntut suami ku
untuk menjadi apa yang ada di ekspetasi ku lagi, semakin aku sadar. Pernikahan
bukan sarana untuk mewujudkan ego-ego lama. Pernikahan lebih seperti kesatuan
kelompok dimana semua anggotanya berkontribusi untuk jadi kelompok yang lebih
baik. Seperti sistem dalam satu jaringan, ketika sistem sudah bekerja sama
denga baik maka tujuan dari kelompok tersebut akan mudah tercapai.
Aku tak
mengatakan ini proses mudah atau tidak juga bilang ini tidak mungkin. Semua
terjadi ketika ada yang mau berusaha, dan usaha yang dilakukan bersama adalah
yang terbaik daripada usaha yang dilakukan sendiri. Semakin kita mengenal diri
sendiri dengan baik. Kita akan mudah mengenali diri orang lain. Begitu juga
dengan cinta, ketika kita mencintai diri kita dengan baik kita baru bisa
mencintai orang lain.
Sekali
lagi, ini hanya tulisan ku berdasarkan pengalaman emosi, spiritual dan dan
jasmani ku sendiri, berikut peran suami di dalamnya. Kejadian mungkin akan
berbeda di hubungan pernikahanmu atau apapun hubungan yang sedang kalian jalani
sekarang.
Kalau
tidak terlalu sombong aku boleh berpesan, untuk bisa berekenalan jauh dengan
diri sendiri sebelum memutuskan untuk bersama orang lain lakukanlah. Beberapa
orang memang harus tercebur dulu untuk bisa berenang, namun belajar berenang
sebelum menyemplung ke dalam air akan lebih baik.
Sekali
lagi, ini pengalamanku.
Pembahasan selanjutnya akan ada di postingan selanjutnya...
Komentar
Posting Komentar