Penjemputan
Suatu ketika, senja mulai menampakkan jingganya, teduh dengan hembusan angin di atas tebing yang kau pijak berpeluh. Terpejam kedua matamu, baru kali itu aku melihat bibirmu melengkung syahdu. Biasanya, kau mencaci tanpa ampun. Orang bilang, sihir itu mematikan. Aku baru sadar setelah seperempat menit kau mulai memandang jauh ke jurang. Pikirmu melayang seiring dengan serpihan kenangan, yang tersisa hanya sendu. Kau membentangkan tangan seraya memeluk ujung dunia, mengapa rasanya begitu lama aku menikmatinya? Kau tersadar ku membuang muka. "Kenapa? Apa yang dilihatin terus?" Tanyamu seolah meluluhkan tulang-belulangku, kau memergokiku tersipu. Bagian mana entah yang salah, mulutku diam seakan tak berkata. Terakhir yang ku ingat angin malam membuatku ingin loncat ke pelukanmu. Segera. Masih terlihat jelas ketika aku memandangimu begitu pasrahnya merangkul alam. Harusnya tak ku rusak ritualmu itu, tapi dirimu semakin familiar di mataku. Seakan, pandangan pertama yang mun