Dan Senja Pun Berdoa

Awal Tahun 2047,

Tak seperti biasanya, yang normal pasti langsung akan digambarkan dengan aksara-aksara mencerminkan rasa bahagia, atau bahkan langsung mengutuk dengan kalimat-kalimat penuh lara. Tepat seminggu setelah tatap muka, atau kurang dari sebulan berjumpa mata.

Namun, kali ini Senja membiarkannya menutup mata hingga pertemuan bulan separuh yang kelima. Bukan kehabisan inspirasi atau tanda baca, hanya saja Senja seperti membentengi dirinya sendiri sama ketika ia akan bertemu dengan Petang atau sekedar tegur sapa dengan Malam. Jadi, yang Senja tau selama ini ia hanya mencoba memagari dirinya dengan dinding es, dingin namun bisa meleleh..hanya saja butuh waktu.

Baru kali ini, Senja mengulur waktu dan mencari sudut kota terbaru untuk merangkum dalam sebuah paragraf, semua yang terekam di kepalanya yang tersisa adalah kecepatan suara, hamparan cahaya dan dinginnya angin yang menusuk tengkuk lehernya. Halaman per halaman seperti menjadi satu, Senja hanya mampu menarik nafas, ia tak berani tersenyum ataupun melempar muka masam, ia hanya...berdoa.

Sebelumnya, dan Senja tak bermaksud untuk membandingkan.... ia hanya merasa tergelitik, bagaimana bisa ada semua bagian yang pernah Senja lalui terangkum menjadi satu intisari pada sebuah mata yang mengerling indah ketika senyum, tangan hangat yang tak pernah melepas genggamannya, kalimat jenaka yang membuatnya hampir kehabisan nafas, atau sifat manja menjengkelkan yang menempel pada setiap bahasa-bahasa planet yang dikeluarkan. Sekali lagi, Senja tak mencoba tersenyum atau bermuka masam, Senya hanya....kembali berdoa.

Faktor apa yang membuat Senja seperti kehabisan akal, bukan mabuk asmara bukan pula sengaja tak pakai logika, namun Senja hanya menjaga, layaknya punggung menggiurkan yang selalu membuatnya ingin cepat sampai rumah. Senja hanya berdoa, lagi--dan lagi. Ditemani potongan kue dan juga secangkir teh, aneh..biasanya Senja memilih kopi.

Untuk setiap perjalanan yang Senja lewati, dari mulai munculnya mentari hingga langit malam datang menyelimuti, Senja hanya tau pasti, dirinya tak pernah se-khsuyuk ini dalam meminta. Dan Senja tak pernah se-ikhlas ini dalam menerima, menerima kemana kakinya melangkah di penghujung hari, kemana matanya menatap, dan kemana senyumnya membingkai wajahnya tepat semenit sebelum ia terlerlap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW BY MAMAK PART 2: SLOW COOKER BABY SAFE LB-007

FILM SERI YANG MEMBUAT HARI GUE BERSERI-SERI PART 1

Jakarta dan Tanda Koma