Tak Ada Buku Manual untuk Menjadi Dewasa
Akan ada saatnya kita
merasa hari berlalu begitu cepat, dari pagi yang kita curi-curi hanya untuk
memejamkan mata barang sebentar lagi. Kepada setiap siang yang kita ulur-ulur
di waktu libur agar ia tak cepat bertemu dengan sore lalu berganti malam,
paling tidak cukuplah untuk makan es buah tanpa teringat tugas anak buah yang
bikin kepala mau pecah..
Sama halnya, dengan
setiap permasalahan yang muncul silih berganti seakan tak pernah kosong mengisi
rak-rak yang hampir sesak dikala semua tekanan memuncak. Masih ingatkah ketika
permasalahan memilih warna hijau atau biru untuk mewarnai gambar gunung? namun sekarang,
memutuskan untuk terus bertahan dengan budgeting juga tekanan deadline yang
harus tampil sempurna. Rasa-rasanya, masih kemarin kaki-kaki ini berlari untuk
mengejar layangan, bukan sibuk naik turun tangga penyebrangan..
Kita seperti berada
pada satu lorong dimana pemandangan kanan kirinya adalah kolase-kolase ingatan
yang hampir memudar, tentang keluarga yang tinggal nama, sepupu yang sudah lama
tak tatap muka karena nun jauh di sana, atau teman-teman yang tak lagi kita
tegur dan sapa. Hingga akhirnya yang kita lakukan di penghujung hari adalah
menghela napas dalam, sebelum terlelap..
Tak pernah siap
rasanya, untuk selalu membuka pintu-pintu di depan mata, sama seperti ketika
hari pertama belajar alphabet, membaca deretan-deretan kalimat tentang keluarga
Budi. Sama seperti ketika masa-masa gila remaja begitu menghiasi khayalan babu
sebelum tidur, atau kenangan masa-masa sebagai mahasiswa dimana semua
pemikiran-pemikiran idealis itu rasanya adalah lauk pembicaraan sehari-hari,
dan sekarang…ada di titik dimana semua harus dituntut selalu sempurna…
Kita tak bisa
menghindar, mundur selangkah atau lompat ke bagian terdepan maupun kembali lagi
ke paling belakang, yang tersisia hanyalah rindu mendalam, rindu di saat
berkunjung setiap Minggu ke rumah nenek, atau rindu makan bakso setiap sore di
depan pengkolan.
Semua berubah, sudah
hukum alam pastinya. Yang tersisa hanyalah agenda-agenda untuk bernostalgia
tentang berapa banyak pohon mangga yang sudah kita kuasai puncaknya, dan tentang
seluk-beluk gang dengan seluruh gaungan cerita saat muda. Tak ada buku manual
untuk menjadi dewasa, tak ada ancang-ancang untuk mempersiapkan semuanya,
berbeda dengan tes atletik saat SMA. Tak ada bunyi pluit pelatih yang
menandakan start untuk mengelilingi lapangan bola telah dimulai.. semua harus
berdikari..
Kini, segala keputusan
sudah tertampung rapi di sudut kepala, bersama telapak tangan yang hampir lelah
itu, juga kaki yang kita ajak dialog saat mandi agar tak letih melangkah
kesana-kesini.. yang terakhir dimiliki adalah…ilmu ikhlas yang tak akan pernah
tamat kita pelajari.
Ya, selamat
menikmati..
Komentar
Posting Komentar