Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Kawan Lama

Ketika penuh sesak, bahu berhimpit. Terjebak rindu terbentur waktu. Mereka yang dulu kokoh menjadi satu, Kini, bagai butiran partikel asing di ruang semu.. Semua terlihat asing, tawa dan canda yang dulu seirama, kini saling tolak suara.. yang ada hanya diam, dan senyum canggung. Yang tersisa hanya basa-basi tanpa makna. Setahun menjelang, yang benar-benar terikat lah yang terus terpampang. Penentuan prioritas, memaksa melupakan masa muda. Terkadang sendu, terkadang malu untuk bertegur sapa. Padahal dulu seiring berjalan sebeban rasa.. Kawan lama. Apa kabarnya?

Pengamat

Pada yang lebih banyak diam, dan mengamat-amati. Tata bahasa yang berantakan tapi sepenuh hati, terucap melalui kacamata sendiri. Acap kali kadung berasumsi, tapi enggan untuk mengklarfikasi. Sunyi, Sepi..

Nirmala

Wanita kembang duri, tak pernah jadi pilihan dipetik lalu ditinggalkan. Wanita kembang duri, mekar di penghujung hari pada Kamis malam yang sepi.. Wanita kembang duri, menempa dingin terbiasa sendiri, senyum gigi kelinci terasa pahit abadi. Wanita kembang duri, terlewatkan pandangan silau matahari.. Wanita kembang duri, begitu suci bak nirmala teduh redam hangat bagai kopi sore hari..

Bukan Puisi

Belakangan ini, jemari mulai geli. Seluruh isi hati dan jiwa mulai menggeliat ke penghujung diksi-diksi. Bagaimana bisa dikatakan romantis melalui bunga? Jika kata-kata mampu melambungkan sukma. Bagaimana pula diasingkan hanya karena tulisan? Kocar-kacir para petinggi dibuat kaku oleh permainan diksi. Mereka yang terbuang, hanya karena logikanya menerawang, tercetak di atas kertas usang. Dipinggirkan, hingga dihilangkan. hanya karena sebuah perumpamaan. Umpatan, cibiran juga ungkapan kerinduan bisa lebih berbahaya daripada senjata yang menghujam. Menyebar, masuk dan menginfeksi ruang-ruang kepala yang muda. Aksara, dan lara. Atau hanya barisan kata-kata. Salam rindu dan keheranan, untuk mereka yang hilang tenggelam dalam bait-bait rasa.