Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Sediakan Waktu untuk Bermimpi

Gema mengambil piring kecil, juga sepotong kue kayu manis lantas duduk di samping perkarangan dimana bunga lili dan bunga mawar berdampingan. Matahari sore bersinar hangat teduh, jemuran setengah kering bergoyang-goyang di sudut matanya. Sepertinya tidak ada lagi kesempatan menikmati langit sore dan awan gembul, juga bunyi desiran angin yang memanggil halus bak rayuan rindu, Gema terpejam sambil meneguk teh melati hangat dari cangkir kecilnya. Barangkali selama ini Gema terlalu sibuk, berpacu dengan waktu, ataupun dengan batas tanggal, lehernya terkadang tercekik melihat angka lonjak naik, bermain di saham memang tak hanya sekedar paham. Gema terbiasa dengan pandangan rusuh kota dimana semua manusia hanya berpaku pada kecepatan dan ketepatan waktu, sedikit lengah bisa saja harga minyak bumi melemah. Harusnya, Gema memikirkan bagaimana pergantian pemerintahan akan berdampak bagi pasar ekonomi negeri terkasih, atau bahkan kesiapan menghadapi pasar bebas Asean, hmm mungkin juga sedi

Tentang si Buta

Sepanjang hidupnya ia terpejam Tangan meraba-raba pengganti mata Telinga super tajam mendeteksi gesekan juga suara Langkah hati-hati disamping tongkat besi Sepanjang hidupnya ia ditemani kegelapan Tanpa keluhan karena kekurangan cahaya Tali-temali tas menjadi jala kehidupannya Lalu lalang ia ditengah bisingnya kota Sepanjang hidupnya ia hanya mengenal hitam Tak peduli matahari bersinar begitu terang di depannya Terlalu mustahil untuk mengenali rupa sendiri di kaca Lagi-lagi ia berusaha tidak terseret arus kehidupan Sepanjang hidupnya ia hanya mengenal tekstur Terlebih angin bisa ia gapai aromanya Tetapi membedakan siang dan malam ia tak pernah bisa Luas, baginya semua begitu luas Sepanjang hidupnya ia bergerak terketuk-ketuk Tutup mata warna hitam bukan untuk bergaya hanya sebagai tanda Tidak, ia tidak minta dikasihani karena tidak pernah bersua dengan sang surya Lantas ia berterimakasih masih ada yang mau membantunya menyebrang jalan Tangan menjadi mata, telin

Sepenggal Kisah Si Kaki Gemuk

Kaki gemuk itu memasuki terminal, melirik jam tangan sekiranya belum pukul 7 pagi masih bisa dapat potongan harga. Tergesa-gesa memasuki palang batas, lumayan hemat seribu rupiah. Dengan gondelan besar di punggungnya berkali-kali disapa "ke jawa mbak? mau ke jawa?" memangnya stelan orang kantorannya kurang ya? Wajarlah, karena ke kantor pakai kaos dan celana jeans beserta denim jaket bukan kesan eksmud banget. menunggu bus, matahari menyengat tak jarang menggunakan naluri untuk memutuskan naik bis yang mana berharap cemas tidak bersikutan dengan emak-emak galak bermasker untuk mendapatkan duduk. Berjudi waktu biar gak kaya kuncen sampai duluan, nyatanya toh sampai pagi-pagi juga. Pernah suatu hari, otak sudah panas rasanya, seperti deretan huruf juga ide-ide cemerlang sudah habis tergerus, herannya mereka sarapan apa kenapa terlihatnya happy dan pintar sekali? apa aku kurang gizi waktu kecil? Nyeduh kopi, kadang mules mendera-dera, terseok-seok ikut obrolan, berusaha ra

Kontradiksi Momen.

Untuk langit malam yang bertaburan bintang dan juga ditemani secangkir kopi juga kepulan asap... Untuk setiap curhatan, gelak tawa dan juga debu puntung rokok yang perlahan tertiup keluar dari asbak... Untuk setiap dingin malam juga rajutan jaket menghangatkan Untuk setiap olesan mentega dan kecap pada jagung bakar, beserta arang yang perlahan mulai padam. Untuk formasi duduk dengan orang-orang yang membuat kepala ringan. Untuk lawakan garing, juga sindiran kejam dari sahabat kesayangan.... Berdasarkan pasir yang basah mengisi sela-sela jari kaki Berdasarkan luapan ombak yang membasahi telapak perlahan Berdasarkan matahari tenggelam dan langit oranye menjelang malam Berdasarkan tenda tertiup angin yang ditambatkan pada pasak kayu Berdasarkan nyala api unggun dikelilingi orang-orang tersayang.... Melalui hiruk pikuknya jalanan ketika senja tiba Melalui lampu jalanan yang menyala tajam, menghujam ketika kepala hanya ingin disandarkan Melalui jalanan ramai pedagang asongan

Cassandra

Cassandra manis, tetapi mulutnya sadis. Dia bukannya ketus, hanya saja berusaha jujur. Cassandra ceria, tetapi hatinya menyimpan luka. Dia bukannya kesepian, hanya saja butuh tempat untuk mendengarkan Cassandra pintar, tetapi biasanya idenya terlampau sukar Cassandra penolong, tetapi hatinya bolong Dia bukannya kasar, hanya berusaha tidak bergerak lambat Cassandra pembohong, tapi pikirannya tak pernah kosong Dia bukannya cari perhatian, hanya saja otaknya terlalu banyak muatan Dengan bergelantungan di dalam bus,dia memandang jalanan saat malam Cassandra biasanya tidak suka tertidur, tapi kali ini ia memasrahkan dirinya pada jalanan Dengan melihat jam, Cassandra hanya berharap sesampainya di peraduan, Segala bebannya tersalurkan, walau hanya dalam tidur panjang yang dalam. Cassandra depresi?
" carpe diem, quam minimum credula postero " yang berarti: "petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok."

JuM(erindu)at

Setiap Senin tiba, aku malah merindukan Jumat, Sehingga Selasa, Rabu, Kamis kurang perhatian dariku. Padahal, aku bisa bertemu Jumat harus melalui permisi mereka dulu, Dan untungnya mereka tak pernah benci kepadaku. Buktinya saja, mereka bertiga selalu bisa membuat kencanku dengan Jumat akan lebih bermakna, Setiap Senin tiba, aku malah merindukan Jumat. Hingga akhirnya Minggu dan Sabtu terlewatkan begitu saja, Padahal dua-duanya lah yang memberi kesempatan setelah melepas rindu dengan Jumat. Setiap Senin tiba, aku malah merindukan Jumat, Berharap semua penat berubah menjadi malam istirahat. Setiap Senin tiba, aku malah merindukan Jumat, Dimana teduh dan tawa bisa terlontar, walau hanya sesaat. Nampaknya, aku memang cinta mati pada Jumat, Hingga tiap pagi Jumat aku menyapa semua tanpa terlewat. Setiap Senin tiba, aku akan selalu merindukan Jumat, Setiap Senin tiba, aku memang merindukan Jumat datang lebih cepat...

1.901

Counting all different ideas drifting away Past and present they don’t matter Now the future’s sorted out Watch her moving in elliptical patterns Think it’s not what you say What you say is way too complicated For a minute thought I couldn’t tell how to fall out It’s twenty seconds 'til the last call Going hey hey hey hey hey hey Lie down you know it’s easy Like we did it over summer long And I’ll be anything you ask and more Going hey hey hey hey hey hey hey It’s not a miracle we needed And no I wouldn’t let you think so Fold it, fold it, fold it, fold it Fold it, fold it, fold it, fold it Girlfriend, oh your girlfriend is drifting away Past and present 1855-1901 Watch them built up a material tower Think it’s not gonna stay anyway I think it’s overrated For a minute thought I couldn’t tell how to fall out It’s twenty seconds 'til the last call Going hey hey hey hey hey hey Lie down you know it’s easy Like we did it over summer long And I’ll be anything you ask and more Going

Toilet Duduk

Pagi hari tersadar, bergumam dan membuat perjanjian ah tidak, rasanya lebih tepat bernegosiasi untuk tetap beradu sendu didalam mimpi, atau angkat kaki menuju kamar mandi. Tiba-tiba sudah wangi. Pukul 06:00 yang berkoar bukanlah sonar, tetapi lebih pada kelakar di dalam perut, menahan lapar hingga matahari tinggi, atau mengisi perut dan bernegosiasi dengan waktu. Tiba-tiba perut sudah terisi. Himpit duduk dan sesak, megitari lapangan dimana burung angkasa itu mendarat dengan aduhai, semilir angin bertaut-taut meniup rambut yang tersisir rapi. Tiba-tiba macet tak henti. Bus melaju di jalur, dinginnya kotak raksasa itu menambah kantuk yang berdurasi setengah jam. Tiba-tiba sudah sampai. Kembali ucapan selamat pagi, dan sapaan terlontar juga menghampiri, ambil minum lalu pergi ke toilet duduk. Tiba-tiba mentari meninggi Setelah tumpukan kertas, dan langit berganti oranye, playlist lagu pun sudah tak lagi mengobati, Tiba-tiba mentari terbenam. Menunggu kotak raksasa di jalurnya