Sediakan Waktu untuk Bermimpi

Gema mengambil piring kecil, juga sepotong kue kayu manis lantas duduk di samping perkarangan dimana bunga lili dan bunga mawar berdampingan. Matahari sore bersinar hangat teduh, jemuran setengah kering bergoyang-goyang di sudut matanya.

Sepertinya tidak ada lagi kesempatan menikmati langit sore dan awan gembul, juga bunyi desiran angin yang memanggil halus bak rayuan rindu, Gema terpejam sambil meneguk teh melati hangat dari cangkir kecilnya.

Barangkali selama ini Gema terlalu sibuk, berpacu dengan waktu, ataupun dengan batas tanggal, lehernya terkadang tercekik melihat angka lonjak naik, bermain di saham memang tak hanya sekedar paham. Gema terbiasa dengan pandangan rusuh kota dimana semua manusia hanya berpaku pada kecepatan dan ketepatan waktu, sedikit lengah bisa saja harga minyak bumi melemah.

Harusnya, Gema memikirkan bagaimana pergantian pemerintahan akan berdampak bagi pasar ekonomi negeri terkasih, atau bahkan kesiapan menghadapi pasar bebas Asean, hmm mungkin juga sedikit Ia mencibir akan presiden yang sebentar lagi berakhir enggan memberikan kenaikan bahan bakar minyak kepada pemimpin terpilih itu.

Sama saja, toh otaknya sudah terperas lebih dari 18 jam sehari dikali seminggu, tak bisa saja ia menengok kuda-kudaan terbuat dari kayu yang dulu Ia pakai untuk berpura-pura menjadi Ksatria tangguh, lagi-lagi lamunannya terhempas, begitu cepat suaranya yang dulu lembut jadi ngebass dan wajah mulus kini ditumbuhi janggut dan kumis halus.

Bahkan ia lupa kapan terakhir kali bisa melihat rumput begitu hijau tanpa kacamata tergantung di antara kedua mata sipitnya. Apakah selama ini Ia terkungkung dalam grafik juga emosi para pialang-pialang berdasi?

Pasalnya, uang bukan lagi perkara ketika semua map dengan mudah di gurat-gurat aksara untuk kontrak antar warga. Lagi, pikirannya berulang kemana semua keceriaan dan masa muda yang ia dambakan kini terkenang-kenang ketika ia terjatuh hanya karena mengejar layangan di pinggir jalan.

Kejamnya ternyata semua ketika menjadi dewasa, seakan waktu tawa gigi ompong hanyalah mimpi belaka. Satu sendok kecil memotong dan secuil kue kayu manis masuk ke lidah, pelan-pelan dirasakan wangi khasnya membuat Gema seakan kembali berputar pada senyuman wanita tua yang sekiranya dulu selalu memberinya uang saku tiap hari minggu berkunjung bersama papa mama. oh nenek, kakek semoga kalian bisa melihatku disana. Begitu pikir Gema sekilas.

Gema tersenyum memandang angin mendorong-dorong daun yang seakan menarikan semua kenangan, setidaknya sediakan waktu bermimpi untuk diri sendiri, bukan melulu soal masa depan dan khayalan, hanya sekedar apa yang hilang dan terpendam di dalam ingatan. Otak bekerja sangat sempurna, begitu berharga potongan hidup yang lewat begitu saja.

Untuk ketiga kalinya, Gema meneguk teh untuk ke sekian kalinya, Ia menikmati istirahat sejenaknya dari lampu-lampu malam, atau lalu lintas yang membuat diri cemas. Barangkali Gema hanya membutuhkan waktu untuk menjernihkan kepalanya. Jangan lupa sediakan waktu untuk bermimpi.pikirnya...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

no need...to

siapa kamu? dan kenapa ? (lagi dan selalu..)

tidak semua harus diberi judul kan? #8