Cukup, Sudah dan Baiklah
Matahari, Menyinari, Sebentar ini bukan baris lirik untuk menari-nari.
Kenari, Kiwi. apalagi yang bisa disandingkan yang memiliki akhiran berarti,
Siapa pula Sapu Lidi? kala Jam dinding memutar jarum kecilnya menuju pagi hari,
Lelah.. Lelah..Lelah..
Basah bukan berarti harus dikeringkan, biarkan menjadi kerak dan mengering.
Terduduk di sudut, celingak-celinguk takut ada yang mengamati, padahal sudah selesai dua paragraf sendiri.
Tik dan Tok,
Kemana pula arah kakiku akan pulang malam ini? (Ganti lagu dulu sebentar)
Malah jadinya ganti laman saja, biar cepat disalin lalu tempel.
Mata Sepat, jarak liburan dan hari-hari nyata begitu seperti karet,
Melar gak kelar-kelar.
Manalagi, tempat yang bisa dikunjungi hanya untuk menulis puisi-puisi basi?
kini malam bagi peraduan, pagi bagaikan candu malu-malu, siang telah jadi rute banting
tulang. sore? saatnya hore-hore sedikit, sambil mengernyit kapan hari jadi sempit?
Sampai kapan, ku harus merindu, dengan isi kepala absurd yang menggebu?
hingga tubuh ini layu, ku mau tulisanku yang kan mengadu, pada pahitnya petikan bass musik halu.
Gelak dan tawa, bukan lagi permainan kata yang seharusnya sia-sia,
ku bagus dalam penulisan kata-kata dimana kalian menebak apa artinya, biar saja..
Paragraf nakal bisa saja menjadi lika-liku bingkai cerita.
Tapi yang ku butuh hanya deretan aksara, rayu lucu dan lugu.
Berbagilah sedikit koma kepadaku karena, mataku terlalu sayu untuk kembali rindu.
Berbagilah sedikit titik kepadaku, karena kepalaku sedikit kaku untuk tak menoleh padamu.
Berbagilah sedikit tanda tanya dan tanda seru, sebelum kau pergi dalam tidurmu yang tak
boleh diganggu.
Berbagilah, penuhi semua kehausan cerita dan tenggorokan ku yang mengering, dengan kelakar,
Rayuan dan tak apa sedikit keluhan, ku punya punggung lebar untuk disandarkan,.
Tahu kah kau ku begitu menahan nafsu untuk tak menjambak rambutmu dan membuatmu berkata?
"Cukup, Sudah, dan Baiklah.."
Kenari, Kiwi. apalagi yang bisa disandingkan yang memiliki akhiran berarti,
Siapa pula Sapu Lidi? kala Jam dinding memutar jarum kecilnya menuju pagi hari,
Lelah.. Lelah..Lelah..
Basah bukan berarti harus dikeringkan, biarkan menjadi kerak dan mengering.
Terduduk di sudut, celingak-celinguk takut ada yang mengamati, padahal sudah selesai dua paragraf sendiri.
Tik dan Tok,
Kemana pula arah kakiku akan pulang malam ini? (Ganti lagu dulu sebentar)
Malah jadinya ganti laman saja, biar cepat disalin lalu tempel.
Mata Sepat, jarak liburan dan hari-hari nyata begitu seperti karet,
Melar gak kelar-kelar.
Manalagi, tempat yang bisa dikunjungi hanya untuk menulis puisi-puisi basi?
kini malam bagi peraduan, pagi bagaikan candu malu-malu, siang telah jadi rute banting
tulang. sore? saatnya hore-hore sedikit, sambil mengernyit kapan hari jadi sempit?
Sampai kapan, ku harus merindu, dengan isi kepala absurd yang menggebu?
hingga tubuh ini layu, ku mau tulisanku yang kan mengadu, pada pahitnya petikan bass musik halu.
Gelak dan tawa, bukan lagi permainan kata yang seharusnya sia-sia,
ku bagus dalam penulisan kata-kata dimana kalian menebak apa artinya, biar saja..
Paragraf nakal bisa saja menjadi lika-liku bingkai cerita.
Tapi yang ku butuh hanya deretan aksara, rayu lucu dan lugu.
Berbagilah sedikit koma kepadaku karena, mataku terlalu sayu untuk kembali rindu.
Berbagilah sedikit titik kepadaku, karena kepalaku sedikit kaku untuk tak menoleh padamu.
Berbagilah sedikit tanda tanya dan tanda seru, sebelum kau pergi dalam tidurmu yang tak
boleh diganggu.
Berbagilah, penuhi semua kehausan cerita dan tenggorokan ku yang mengering, dengan kelakar,
Rayuan dan tak apa sedikit keluhan, ku punya punggung lebar untuk disandarkan,.
Tahu kah kau ku begitu menahan nafsu untuk tak menjambak rambutmu dan membuatmu berkata?
"Cukup, Sudah, dan Baiklah.."
Komentar
Posting Komentar