Hari itu, dan Hari Ini.

Hari itu, Aku melihat Ibumu sedang berjalan di depan sebuah mimbar, mengambil sebuah catatan kecil dengan kepala yang terhubung dengan headphone, ya...Ibumu tampak sangat manis dengan kaus putih bertuliskan band favoritnya, The Phoenix.

Hari itu Aku melihat ibumu, sedang mengenggam es krim dan melahapnya dengan lucu, ya.. Ibumu memang tergila-gila dengan susu dingin bercampur gelatin itu, sungguh. Ia sangat lucu.

Hari itu, aku melihat ibumu, sedang duduk di bawah pohon kapuk randu, saat kapuknya mulai berterbangan.. Aku rasa ibumu sedang menganggap hujan salju..

Hari itu, tak sengaja ibumu menabrakku lalu mengucap maaf dan pergi terburu-buru sepertinya mukanya gelisah, matanya tak lepas dari telepon genggamnya. Belakangan, Aku tau saat itu Kakekmu sedang masuk rumah sakit..


Hari itu, aku melihat ibumu sedang berdiri di deretan rak buku, alisnya berkerut. Sungguh perpaduan gemas dan serius yang sekarang terlukis jelas di wajahmu nak, dan hari itu pula Aku memberanikan diri untuk menyapa Ibumu. Walau berakhir hanya tatapan getir dan senyum canggung..

Tak lama melihat ibumu, karena jarak dan waktu...Aku sibuk mengenggam wanita lain yang saat itu ku kira jodohku.

Hingga pada suatu sore, saat kereta listrik berhenti di depan wajahku, aku melihat mata yang tak pernah ku lupa..kedipan mata yang tak manja namun mempesona, ya...Aku melihat ibumu..turun dengan sangat anggun, hanya saja saat itu ia sedang mengenggam tangan lelaki yang saat itu ia kira jodohnya. Dan Aku? Baru saja patah hati...jadinya, patah hatiku dua kali lipat hari itu.


Sungguh lucu, Ibumu tak pernah mengingatku, karena kami terlampau jauh 4 angkatan, hingga saat diriku bertoga, ibu mu masih memakai seragam SMA kelas 3.

Tapi, Tuhan memang sutradara sekaligus penulis naskah terbaik. Sampai pada saatnya Aku sedang duduk di kedai kopi, lalu ada seorang wanita yang tak sengaja menubrukku dengan segelas cappuccino hangat, sekonyong-konyong kesal diriku, karena hari itu Aku ada meeting penting. Belum sempat Aku mengeluarkan kalimat makian.... Mulutku terdiam, 

Mata yang tak pernah ku lupa, kedipan tak manja dan juga garis tipis mulut ibumu...yang panik saat itu seketika berubah menjadi obat rindu yang paling mahal di dunia. "Kinan?" Lidahku terasa kaku ketika ia menyebut namaku, "Diana?" Begitu aku menyambutnya. Hingga akhirnya Aku dan Ibumu menghabiskan waktu hampir 2 jam di kafe itu, kafe yang sekarang tiap minggu kau habiskan untuk merampungkan skripsimu nak...


Tak akan ada yang bisa mengalahkan perasaan paling aneh saat, Aku mengancingkan kemeja ku, juga merapikan rambutku, hari itu..hari dimana Aku berjabat tangan dengan Kakek mu, untuk meminta ibumu...ya.... Rasanya, seperti lututmu tak bersendi.

Tak ada hari-hari terindah dalam hidupku, dalm setiap turun dan naik cerita rumah tangga kami, hingga muncul kehadiranmu yang memberikan kesempurnaan.

Dan tak ada pula, hari terburuk dalam hidupku ketika Aku harus melihat ibumu tersenyum di hari ia meninggalkan kau dan aku senja itu...di bawah tabung oksigen, wajahnya masih saja membuatku pusing tiada kepalang, seakan aku tak pernah habis mencintainya baik jiwa dan raganya.. Dan Aku tak akan pernah lupa kalimat terakhir yang ia ucapkan "Ceritakan hanya garis besar bagaimana kita bisa bertemu, dan bagaimana Tuhan begitu baiknya menghadiahkan Aku, seorang suami dan anak yang selalu aku impikan dan aku tulis dalam lembaran-lembaran buku diary ku selama ini...terima kasih, sudah memberikan waktumu..."


Hari itu, Aku melihat ibumu begitu cantik, ketika Aku mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya, sambil menggendongmu. Di hari itu, yang aku inginkan adalah... Mengulang waktu. Lagi, dan lagi...


Dan hari ini, Aku rindu sekali dengan Ibumu..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

no need...to

siapa kamu? dan kenapa ? (lagi dan selalu..)

tidak semua harus diberi judul kan? #8