Cerita Mahasiswa Pinggiran Kota

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang, bahkan ada ungkapan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. atau mungkin dalil tuntutlah ilmu sedari buaian ibu hingga ke liang lahat. dan amal yang tak akan terrputus adalah ilmu pengetahuan yang berguna. Begitulah beberapa seruan untuk memperkaya informasi, juga ilmu. karena otak kosong adalah percuma tak peduli seberapa bagus rupa kita.
Tetapi, pernahkah berpikir bahwa  menimba ilmu tak semudah membalikkan telapak tangan? ya, mungkin semua orang juga sudah tahu tentang hal ini. Sebenarnya, yang perlu dibenarkan bukan mudah atau sulitnya menimba ilmu. Memperoleh ilmu pun tak melulu melalui jalur pendidikan yang formal. Ilmu bak pasir di lautan, terlalu banyak dan tak bisa tergenggam. Untuk itu kadang kita harus membasahinya dengan air agar bisa merasakannya. Maksudnya, untuk mendapatkan ilmu itu sendiri harus ada proses yang dijalani. Biasanya, yang muda sekarang suka yang langsung jadi saja.

Harus bangun lebih pagi.

Pengingat di handphone sudah di set pukul 04:00 pagi sebelum tidur, ketika dering lagu keras berbunyi ingin rasanya menarik selimut dan tidur lagi. Tetapi, tiba-tiba ada bisikkan yang bilang "Kalau tidur lagi sekarang, emangnya masa depan bisa ngutang?" dengan langkah yang berat, disaat yang lain masih memeluk guling dengan erat. Kita sudah harus mandi, dan gosok gigi. sepertinya air dingin pagi hari sudah jadi kawan sejati. buru-buru berpakaian rapi setelah subuh. Resiko mahasiswa yang tinggal pinggiran kota.

Mata terkantuk-kantuk, rasanya ingin saja ada lintasan singkat untuk ke kampus, atau berharap pintu kemana saja alat doraemon itu nyata, tapi lagi-lagi benar harus terbangun dari mimpi untuk menjemput sang informasi, yang kita sebut tadi sebagai ilmu. lalu, berangkatlah kuliah.

Berjudi dengan waktu dan tempat duduk


Melewati kawasan pasar yang sepertinya tidak pernah tidur, mahasiswa pinggir kota ini berjalan kaki menuju kendaraan untuk ke singgasana ilmu yang maha agung.
Sayur-sayur berserakan dijalan, kalau tak berhati-hati melangkah bisa saja terpeleset dengan kulit jagung yang sudah basah, atau adu sikut dengan ibu-ibu yang belanja berkarung-karung keperluan warung. Setelah melewati tukang ojek yang siul-siul genit, ataupun klaksonan angkot yang tak sabaran, sampailah di halte. (sebenarnya tak ada halte secara nyata disini) yang ada hanya sekumpulan bus kota kuning jurusan Tanah Abang-Slipi yang berjajar rapi. Dengan angka 102 yang bukan kode seperti 007nya James Bond dipilihlah bus paling depan dengan harapan tidak ngetem dan bisa sampai kampus tercinta untuk ikut matakuliah pertama. Perkiraan waktu sampai ke bus dari rumah pun seperti berjudi, jika telat 5 menit saja bangku sudah terisi penuh, siapa mau sih berdiri dari Ciputat ke Senayan? ya maka dari itu prediksi dan juga ketepatan sangat perlu diasah bagi para mahasiswa pinggir kota. ketika dapat duduk? yes! bahagianya lebih dari menang undian televisi berwarna.

Tidur, atau memandangi kemacetan?
Selamat datang di armada koantas bima kami melayani rute Tanah Abang-Slipi silakan memakai sabuk pengaman dan kami akan segera lepas landas. <----- kalimat pembuka ini memang seperti kita akan terbang dengan maskapai kelas satu, tapi sebenarnya itu hanyalah imajinasi mahasiswa pinggir kota saja. pakai sabuk pengaman? sebenarnya ini sindiran saja, karena kemahiran para supir bis ini tak jarang pose maju-mundur, kepentok gagang bangku, atau parahnya kesulitan berdiri diantara ketiak-ketiak orang yang bergelantungan akan menemani perjalanan selama 2 jam kedepan.Ya, benar 2 jam! seperti kuliah di daerah Puncak yah. Jakarta oh Jakarta magnetmu begitu kuat, hingga belumlah sampai batas antar propinsi jalanan sudah padat, lantas, pilih tidur didalam bis, atau memandangi kemacetan sambil pasang lagu galau memandangi deretan kendaraan dan kepulan asap demi meniti masa depan?

Make up berlebih? kecantikan itu bukannya terpancar dari hati?
Sesampainya di kampus tercinta, bahagia luar biasa! angan-angan teman dan juga canda tawa apalagi muka manis si cem-ceman sudah tergambar jelas, mengawang-awang, menari-nari indah bak film laskar pelangi (ada yang aneh disini). Belumlah lagi nafas, seketika kegerahan menerpa, hingga terkadang doa untuk koantas bima ber-AC segera dikabulkan terlintas setiap saat di benak mahasiswa pinggiran kota. Ingin rasanya ke kampus menimba ilmu sekalian menimba cinta. Tapi apa daya? sudah berdandan rapi, bangun pagi hari, perjalanan seperti ke meda
n perang. Bedak luntur, warna lipstick sudah pudar, atau lebih memilih nyaman pakai sepatu Converse ketimbang high heels lucu keluaran Nine West. tapi, sekali lagi fokus. kekampus buat kuliah, bukan untuk fashion show. 

"APA DOSEN TAK DATANG?" seruan bermakna ganda.
Sesampainya di gerbang kemerdekaan, eh salah. Maksudnya, sesampainya di gerbang kampus dengan angin berhembus, lumayan meringankan gerah perjalanan. Tiba-tiba ada berita bahwa kuliah ditiadakan, dosen tak datang, lenyap bak ditelan mukena hebringnya Syahrini. "Apa dosen tak datang?????" seketika ada bongkahan batu menimpa kepala mahasiswa pinggir kota. Sedikit flashback perjalanan mengharu-biru yang sudah sedari matahari belum muncul pecah sudah. mirip adegan Cinta yang ngejar Rangga di bandara pas film Ada Apa Dengan Cinta. (adegan romantis dong? salah!). Hati ini tegerus-gerus mahasiswa pinggir kota pun akhirnya mengehela nafas panjang. Ya, namanya juga perjuangan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, mungkin ini cobaan yang bisa saja sebagai pelajaran. Hitung-hitung tambah iman sebagai mahasiswa yang bisa menerima apapun, bersikap legowo menerima kekalahan, tak seperti dia yang katanya nomor satu itu (eh). Atau "Apa dosen tak datang?" seketika hati bergembira, burung-burung menari di angkasa, lagu Queen We Are The Champion berkumandang kencang. Ingin rasanya lari keliling GBK tujuh kali. Ya, memang ada perasaan sedih dan senang bagi setiap mahasiswa pinggir kota apabila kabar dosen tak ada berkumandang. 

Mahasiswa yang fleksibel

Karena perjalanan sudah dilakukan, kaki pun telah sampai di tujuan. Dosen tak datang bukanlah hal yang akan bisa membuatmu bersaksi dipengadilan <-- efek ngelantur karena dosen tak datang. Mahasiswa pinggir kota pun memutuskan untuk menikmati masa muda. Toh ilmu bisa diambil darimana saja, mungkin hari ini pelajaran kesabaran lah yang jadi trending topic. Daripada menangisi keadaan mending nikmati saja apa yang ada di depan.


Menuntut ilmu sangatlah penting, terkadang prosesnya memang bikin otak jadi sedikit sinting. Akar ilmu pengetahuan memang pahit, tetapi buahnya pasti manis. begitulah kutipan yang diucapkan sang Anonim. Setiap hal yang kita lakukan akan selalu mendapat ujian. Jadi mahasiswa pinggir kota memang tidak gampang, tetapi itu adalah pilihan. Setidaknya, usaha untuk menimba ilmu lebih berharga ketimbang duduk nyaman di kasur sambil selimutan unyu tanpa memikirkan masa depan. ya, bersukur saja, dan nikmati hidup. carpe diem, quam minimum credula postero, Seize the Day! 





Sumber Foto :
happyreal.wordpress.com
ask.fm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

no need...to

siapa kamu? dan kenapa ? (lagi dan selalu..)

tidak semua harus diberi judul kan? #8