Cerita Benci

Bagaimana nafsu bisa mengalahkan semuanya? bukannya sok suci, tapi banyak sekali pertanyaan yang menghimpit. Hampir tak waras mungkin, tak bermaksud untuk menggurui, berdiri di mimbar saja rasanya tak sudi. Apa gunanya lebih unggul jika tak dari hati? ingin menjadi pahlawan? atau menjadi bungkusan rokok di pinggir trotoar?
Benci selalu dijadikan alasan, padahal diri sendiri terlalu gengsi untuk mengkoreksi. Menghujat memang jauh lebih nikmat daripada berbenah diri, sekalipun berusaha jujur, Katak yang pandai berenang pun pasti pernah tenggelam. Kenapa masih sulit berdamai dengan kepala sendiri? 
Amarah rasa-rasanya sudah tak lagi menjadi sesuatu yang wah. Iri sepertinya bukan satu kata yang pas di hati, lebih ke hilang arah dan tak bergairah sepertinya. Kemana sukma-sukma berwarna yang duru hinggap di ujung hidungnya? kini yang ada hanya muram, sedikit saja tak diperhatikan, mungkin akan hilang ke dimensi lain. Berantakan...berubah menjadi puing-puing harapan dan janji palsu!
Kenapa tak bisa menghamba kepada cinta diri  sendiri? kemana semangat yang dulu berapi-api? kini hilang menjadi asap, menguap di udara enggan menjadi awan apalagi bertransformasi menjadi hujan-hujan harapan. 
Jijik, meliuhat sendiri di cermin pun anti, Hanya ingin memaki-maki, bagaimana bisa terjebak di situasi yang tak terkendali? ini adalah perang antara kepala dan logika yang kesekian kalinya. Kenapa selalu mengklaim diri lebih pintar dari yang lain? dasar sombong, ilalang-ilalang pongah pun lebih baik ketimbang isi otak yang kosong. Kehabisan kata-kata, melihat jalan berwarna kini hanya didominasi oleh abu-abu dan hitam, terlambat menyadari bahwa ini semua adalah kesalahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

no need...to

siapa kamu? dan kenapa ? (lagi dan selalu..)

tidak semua harus diberi judul kan? #8