Pengamatan #3

"Apa yang membuat kau begitu pintar? sepertinya kau adalah salah satu ensiklopedia yang hilang dari perpustakaan ilmu pengetahuan," Darus memuja tanpa henti wanita yang sedang menghabiskan susu coklat dinginnya. Tetapi Inggrid tak menjawab, wanita itu hanya tersenyum sambil mengaduk-aduk minumannya.

Bandung lebih dingin sore itu, wangi bekas hujan yang menyentuh aspal menambah kesan menenangkan, sejenak Inggrid berfantasi tentang dedaunan gugur melemparkan memori-memorinya di London dua tahun yang lalu.

"Kau tak menjawab pertanyaanku, Nggrid," Rupanya Darus masih saja penasaran. Tapi, Inggrid masih saja bernostalgia sambil melihat para pengojek payung membelah jalanan. Pelan-pelan Ia mendengar suara kereta bawah tanah di stasiun Westminster, lalu lalang kaki para pekerja bergerak serentak seperti penjaga istana Buckingham, lalu percakapan hangat itu mulai membingkai dikepalanya.

"Kalau kau tak merasa dirimu pintar, maka pura-puralah. Bukan berpura-pura pintar, hanya saja lakukanlah apa yang orang pintar kerjakan. cukup saja lakukan pengamatan, orang-orang seringkali luput pada suatu perhatian. Ambil celah itu, maka kau akan merengkuh dunia lebih dalam" Inggrid masih terjebak dalam khayalan hangat. Darus hanya duduk terheran-heran ketika melihat sahabatnya memandangi ujung kedai kopi sambil tersenyum.

"Kau tahu Darus? sudah berapa lama aku tak tinggal di Bandung dan tak menghabiskan segelas kopi hitam hangat hanya untuk bertukar pikiran denganmu?" Inggrid malah balik bertanya. "Yah, hampir tiga tahun sebelum kau pergi ke negeri Big ben itu Nggrid,"

"Dan, selama itu apa kau tak melihat apa yang berubah dariku?," Inggrid makin membuat bingung sahabatnya. "Hm..selain badanmu yang makin gempal, selain itu...kau jauh lebih dewasa, mengapa demikian?" Darus menjawab seadanya.

"Itulah, jawaban yang kau cari dari pertanyaanmu tadi" Inggrid tersenyum manis. Darus pun menggaruk kepalanya yang tak gatal. "ya apa maksudmu toh Ngrrid?" "Hahaha..ya kamu baru saja melakukan pengamatan, ya aku hanya melakukan pengamatan. Terkadang hal yang tak kau beri perhatian atau yang luput dari penglihatan, itulah yang membuka jalanmu kepada lorong-lorong ilmu pengetahuan,"

Darus hanya menggelengkan kepala mendengarkan jawaban dari Inggrid, terkekeh lalu mencubit pipi tembem sahabatnya, rupanya rindu memang tak pernah berdusta.

Hujan kembali turun, Bandung dingin sekali sore itu, tapi percakapan kedua sahabat itu menghangatkan kembali serta merekatkan pikiran yang sempat terpisah antara Gedung Sate dan Big Ben.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

no need...to

siapa kamu? dan kenapa ? (lagi dan selalu..)

tidak semua harus diberi judul kan? #8